Jembatan selalu memiliki cerita
menarik. Bangunan yang awalnya dirancang untuk menghubungkan dua tempat,
memudahkan mobilitas manusia dengan melintasi sungai, jalan atau lembah ini
semakin lama memiliki fungsi tambahan, yaitu sebagai ruang publik untuk berkumpul.
Salah satunya di Jembatan Gondolayu, Yogyakarta.
Sampai saat ini Jembatan
Gondolayu masih berperan menghubungkan warga di sisi timur ke barat, melintasi
Sungai Code yang mengalir di bagian bawah. Sebuah dokumen menceritakan mengenai
Jembatan Gondolayu yang ditumbuhi banyak pohon dan rindang di tahun 1937.
Sayangnya, saat ini kerindangan itu sudah tak tampak lagi. Jembatan yang
dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda ini menjadi gersang dan
semrawut. Selain karena jumlah bangunan dan pengguna kendaraan yang terus
bertambah, jembatan ini digunakan untuk berkumpul dan menghabiskan waktu di
sore dan malam hari. Para pengunjung kerap memarkir kendaraan pada sisi
jembatan. Lalu, mereka bercengkrama atau berfoto pada kedua sisi jembatan.
Keadaan ini semakin parah ketika
terjadi banjir lahar dingin atau meletusnya Gunung Merapi. Para pengendara
sepeda motor, mobil atau sepeda langsung berhenti di bahu jalan lalu melihat ke
arah Sungai Code atau memotret lelehan lava pijar. Sedangkan, pada bagian yang
berbeda warga di pinggiran Kali Code berjuang meninggikan talut agar rumah
mereka tak terendam banjir. Tak lama kemudian, para penjual makanan ikut
merapat, menawarkan dagangan, lalu, terjadilah kemacetan di kedua sisi
yang membuat arus lalu lintas tersendat bahkan berhenti total.
Cerita Jembatan
Gondolayu tetap
saja menarik. Jembatan ini masih menunjukkan peninggalan dari pemerintah
Kolonial Belanda serta memudahkan pengguna jalan. Sayangnya, beberapa
orang tetap tidak tahu
fungsi jembatan, bahkan tidak mau tahu dan tidak peduli.
sumber : gudeg.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar