Sabtu, 06 Desember 2014

JEMBATAN BARITO

Jembatan Barito

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

 

 Jembatan Barito adalah jembatan yang melintang di atas Sungai Barito, Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Secara administratif, jembatan ini berada di wilayah Kabupaten Barito Kuala dan berjarak 15 km dari Kota Banjarmasin.
Jembatan ini memiliki panjang 1.082 meter yang melintasi Sungai Barito selebar 800 meter dan Pulau Bakut selebar 200 meter. Jembatan ini terdiri dari jembatan utama sepanjang 902 meter, dan jembatan pendekat 180 meter, dengan lebar 10,37 meter. Merupakan akses jalan Trans Kalimantan dari Banjarmasin menuju ke Palangkaraya dan sebaliknya. Ketinggian ruang bebas jembatan utama 15 - 18 meter, sehingga bisa digunakan untuk lalu lintas perairan seperti Kapal Tongkang.
Jembatan Barito sering disebut pula jembatan Pulau Bakut, sesuai nama delta (pulau kecil) yang ada di bawahnya atau jembatan pulau Bakut, sesuai nama daerah tepi barat sungai Barito (sungai Banjar).
Jembatan ini pertama kali diresmikan pada tanggal 24 April 1997 oleh Presiden Soeharto. Jembatan, yang tercatat dalam rekor Muri sebagai jembatan gantung terpanjang di Indonesia ini, jembatan yang menghubungkan jalan trans Kalimantan. Jalan ini merupakan jalan poros yang menghubungkan dua provinsi bertetangga yaitu provinsi Kalimantan Tengah, sebelum ada jembata ini masyarakat sangat mengandalkan jalur transportasi seperti sungai menggunakan alat transpor seperti boat atau kapal bermotor untuk menuju ke Banajarmasin atau sebaliknya .

JEMBATAN BARELANG

Jembatan Barelang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Barelang.jpg

Jembatan ke-1 Pulau Batam - Pulau Tonton

Jembatan Barelang yang menghubungkan pulau Batam dan pulau Rempang, serta pulau Galang
Jembatan Barelang (singkatan dari BAtam, REmpang, dan gaLANG) adalah nama jembatan yang menghubungkan pulau-pulau yaitu Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau Galang Baru. Masyarakat setempat menyebutnya "Jembatan Barelang", namun ada juga yang menyebutnya "Jembatan Habibie", karena beliau yang memprakarsai pembangunan jembatan itu untuk menfasilitasi ketiga pulau tersebut yang dirancang untuk dikembangkan menjadi wilayah industri di Kepulauan Riau. Ketiga pulau itu sekarang termasuk Provinsi Kepulauan Riau.
Jembatan Barelang telah menjadi ikon Kota Batam, bahkan telah populer sebagai landmark-nya Pulau Batam. Apabila Kota Jakarta identik dengan Monas maka orang akan mengidentikan Kota Batam dengan Jembatan Barelang (Barelang Bridge).
Nama Jembatan Barelang yang di berikan oleh masyarakat setempat ternyata lebih popular ketimbang nama aslinya yaitu Jembatan Fisabilillah. Nama “Barelang” oleh masyarakat diambil dari nama-nama pulau yang dihubungkan oleh jembatan tersebut; Batam, Rempang, dan Galang. Jembatan Barelang memiliki nama lain, Jembatan Habibie atau Jembatan satu.
Jembatan Barelang merupakan pilot project berteknologi tinggi yang melibatkan ratusan insinyur Indonesia tanpa campur tangan dari tenaga ahli luar negeri. Dibangun untuk memperluas wilayah kerja Otorita Batam (OB) sebagai regulator daerah industri Pulau Batam. Pembangun jembatan Trans Barelang telah menyedot anggaran Otorita Batam (OB) sebesar Rp 400 Miliar yang dibangun dalam masa enam tahun (1992 – 1998). Enam buah jembatan megah ini merupakan proyek vital sebagai penghubung jalur Trans Barelang yang membentang sepanjang 54 kilometer.
Jembatan Barelang terdiri dari enam buah jembatan.Keenam buah jembatan Barelang tersebut terdiri dari:
  1. Jembatan Tengku Fisabilillah (jembatan I), jembatan yang terbesar
  2. Jembatan Nara Singa (jembatan II)
  3. Jembatan Raja Ali Haji (jembatan III)
  4. Jembatan Sultan Zainal Abidin (jembatan IV)
  5. Jembatan Tuanku Tambusai (jembatan V)
  6. Jembatan Raja Kecik (jembatan VI)[1].

Jembatan Barelang Terkini

Terlepas dari orientasi awal pembangunan Jembatan Barelang, kini Jembatan Barelang khususnya jembatan I telah dijadikan salah satu destinasi wisata bagi masyarakat tempatan, wisatawan lokal maupun internasional. Lokasi yang strategis mampu ”menghipnotis” pengunjung untuk berlama-lama berada diatas Jembatan Barelang I.
Jembatan yang bertipe “cable stayed bridge” ini membentang sepanjang 642 meter menghubungkan Pulau Batam dengan Pulau Tonton. Pada ketinggian 38 meter dari permukaan laut, para wisatawan bisa menikmati pemandangan di sekitar Jembatan Barelang I. Hamparan pulau yang bertepian laut nan biru akan memunculkan rasa takjub dan kolaborasi angin darat dengan angin lautnya bisa membuat pengunjung terlena.
6 buah jembatan Barelang yang menghubungkan tiga pulau besar: Batam, Rempang dan Galang

JEMBATAN AMPERA

Jembatan Pasupati

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Jembatan Pasupati
Daerah Jawa Barat
Panjang total 2,8 km
Lebar 30-60 m
Jembatan Pasupati atau Jalan Layang Pasupati adalah sebuah jembatan yang menghubungkan bagian utara dan timur Kota Bandung melewati lembah Cikapundung. Panjangnya 2,8 km dan lebarnya 30-60 m.[1] Sebagian jalan itu dibangun di atas Jalan Pasteur, adalah jalan lama dengan pohon palm raja disebelah kanan dan kirinya yang menjadi ciri kota Bandung. [2] Jalan Layang Pasupati juga menjadi salah satu ikon Kota Bandung. Oleh karena itu, pada malam hari bagian tengah Jembatan Pasupati diterangi lampu sorot warna-warni.[3] Jalan layang ini membuat arus lalu lintas dari wilayah sekitar Jabodetabek ke Bandung menjadi lebih mudah. Di bawah Jembatan Pasupati terdapat taman yang bernama Taman Pasupati.

Sejarah

Panorama di atas jalan layang Pasupati
Jalan layang (flyover) Pasupati merupakan nama jalan layang di daerah Bandung. Nama Pasupati ini pengganti dari nama sebelumnya Paspati yang dalam artian Sunda “pas mati”. Pasupati merupakan singkatan dari Jalan Pasteur dan Jalan Surapati.[4] Jalan layang Pasupati secara historis sudah terancang oleh arsitek Ir. Karsten. Arsitek wilayah ini pada tahun 1920-an sudah menyimpan dasar-dasar rancangan kota Bandung. Sampai ke sepuluh tahun selanjutnya, dari tahun 1931, rancangan itu masih tetap jadi obsesi sebagaimana program Autostrada yang menghubungkan missing link Jalan Pasteur (Pasteurweg) dan Jalan Ir. H. Djuanda (Dagoweg).[5] Pembangunan jembatan ini dibiayai melalu hibah dana dari pemerintah Kuwait. Setelah sempat beberapa tahun tidak terlaksana, akhirnya pada tanggal 26 Juni 2005 uji coba pertama sudah dilakukan.

Struktur

Jalan layang Pasupati merupakan jalan layang pertama di Indonesia yang memanfaatkan teknologi anti gempa. Perangkatnya yang disebut lock up device (LUD) dibuat di Perancis, sebuanya jumlahnya 76 buah. Jembatan ini secara keseluruhan menggunakan 663 unit segmen yang ditopang oleh 46 tiang. Setiap segmen beratnya 80 ton sampai ke 140 ton. Yang menarik, jembatan ini dilengkapi dengan jembatan cable stayed sepanjang 161 meter yang melintang di atas lembah Cikapundung. Cable stayed merupakan jembatan tanpa kaki. Kekuatan jembatan itu ditopang oleh 19 kabel baja yang terdiri dari 10 kabel sebelah barat dan 9 kabel sebelah timur. Setiap kabel isinya 91 kabel kecil yang masing-masing kabel kecil itu terdiri dari tujuh kabel yang lebih kecil lagi. Sepuluh kabel yang dipasang disebelah barat dibuat berpasangan. [5]

JEMBATAN SURAMADU

Jembatan Nasional Suramadu

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Nama resmi Jembatan Nasional Suramadu
Mengangkut 8 lajur
Melintasi Selat Madura
Daerah Jawa Timur
Pengelola PT Jasa Marga (sementara)
Desain Cable stayed
Panjang total 5438 m (17841 ft 2 in)
Lebar 30 m (98 kaki)
Tinggi 146 m (479 kaki)
Rentang terpanjang 434 m (1,424 kaki)
Jumlah rentangan 2 (jembatan utama)
6 (keseluruhan)
Ruang vertikal 35 m (115 kaki)
Mulai dibangun 20 Agustus 2003
Dibuka 10 Juni 2009
Tol Rp. 30.000,00 (roda 4)
Rp. 3.000,00 (roda 2)[1]
Koordinat 7°11′3″LU 112°46′48″BTKoordinat: 7°11′3″LU 112°46′48″BT

Jembatan Nasional Suramadu
Jembatan Nasional Suramadu adalah jembatan yang melintasi Selat Madura, menghubungkan Pulau Jawa (di Surabaya) dan Pulau Madura (di Bangkalan, tepatnya timur Kamal), Indonesia. Dengan panjang 5.438 m, jembatan ini merupakan jembatan terpanjang di Indonesia saat ini. Jembatan Suramadu terdiri dari tiga bagian yaitu jalan layang (causeway), jembatan penghubung (approach bridge), dan jembatan utama (main bridge).
Jembatan ini diresmikan awal pembangunannya oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada 20 Agustus 2003 dan diresmikan pembukaannya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 10 Juni 2009[2]. Pembangunan jembatan ini ditujukan untuk mempercepat pembangunan di Pulau Madura, meliputi bidang infrastruktur dan ekonomi di Madura, yang relatif tertinggal dibandingkan kawasan lain di Jawa Timur. Perkiraan biaya pembangunan jembatan ini adalah 4,5 triliun rupiah.
Pembuatan jembatan ini dilakukan dari tiga sisi, baik sisi Bangkalan maupun sisi Surabaya. Sementara itu, secara bersamaan juga dilakukan pembangunan bentang tengah yang terdiri dari main bridge dan approach bridge.

Konstruksi

Jembatan Suramadu pada dasarnya merupakan gabungan dari tiga jenis jembatan dengan panjang keseluruhan sepanjang 5.438 meter dengan lebar kurang lebih 30 meter. Jembatan ini menyediakan empat lajur dua arah selebar 3,5 meter dengan dua lajur darurat selebar 2,75 meter. Jembatan ini juga menyediakan lajur khusus bagi pengendara sepeda motor disetiap sisi luar jembatan.

Jalan layang

Jalan layang atau Causeway dibangun untuk menghubungkan konstruksi jembatan dengan jalan darat melalui perairan dangkal di kedua sisi. Jalan layang ini terdiri dari 36 bentang sepanjang 1.458 meter pada sisi Surabaya dan 45 bentang sepanjang 1.818 meter pada sisi Madura.
Jalan layang ini menggunakan konstruksi penyangga PCI dengan panjang 40 meter tiap bentang yang disangga pondasi pipa baja berdiameter 60 cm.

Jembatan penghubung

Jembatan penghubung atau approach bridge menghubungkan jembatan utama dengan jalan layang. Jembatan terdiri dari dua bagian dengan panjang masing-masing 672 meter.
Jembatan ini menggunakan konstruksi penyangga beton kotak sepanjang 80 meter tiap bentang dengan 7 bentang tiap sisi yang ditopang pondasi penopang berdiameter 180 cm.

Jembatan utama

Jembatan utama atau main bridge terdiri dari tiga bagian yaitu dua bentang samping sepanjang 192 meter dan satu bentang utama sepanjang 434 meter.
Jembatan utama menggunakan konstruksi cable stayed yang ditopang oleh menara kembar setinggi 140 meter. Lantai jembatan menggunakan konstruksi komposit setebal 2,4 meter.
Untuk mengakomodasi pelayaran kapal laut yang melintasi Selat Madura, jembatan ini memberikan ruang bebas setinggi 35 meter dari permukaan laut. Pada bagian inilah yang menyebabkan pembangunannya menjadi sulit dan terhambat, dan juga menyebabkan biaya pembangunannya membengkak.

Dampak ekonomi dan kependudukan

Dengan adanya pembangunan jembatan ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan pemerataan pendapatan di wilayah surabaya ke wilayah madura, begitu pula dengan kependudukan, mengingat wilayah surabaya yang semakin padat dengan penduduk yang melakukan urbanisasi yang sebagian besar berasal dari wilayah madura, pemerintah berharap dengan adanya pemerataan ekonomi ini dapat menekan laju urbanisasi tersebut.

jembatan cinta KALIBELANG


Jembatan KA berkaki “pengantin”

Ditulis 23 Jul 2009 - 22:09 oleh Sista BNC


Anda mungkin sering berpergian ke Jakarta dengan kereta api, baik dari Purwokerto, Kroya, Cilacap, Kebumen atau Jogja/Solo. Pada sepanjang perjalanan ke Jakarta melalui rute Purwokerto-Cirebon kita melewati banyak jembatan. Ya, terutama jalur Purwokerto-Prupuk karena daerah berbukit dan bertebing, dan banyak sungai yang bermata air di kaki Gunung Slamet.
12 di antara 22 tiang
Karena berada di dalam gerbong, tentulah kita tidak pernah terpikir seperti apa jembatan-jembatan yang dilewati kereta api tersebut. Kalaupun terpikir, pastilah gambaran jembatan kereta api adalah berupa bangunan tiang-tiang batu beton yang berjajar menyangga rel KA di atasnya. Begitulah kebanyakan jembatan KA.
Tapi ada satu jembatan yang sangat unik, lain daripada yang lain. Bahkan mungkin hanya satu di dunia! Bagi peminat bangunan sipil jembatan mestinya jembatan ini menarik untuk kajian. Keunikan pertama adalah tiang penyangga yang berupa beton cor-coran berbentuk seperti tangga tegak. Keunikan kedua, adanya jembatan kayu di bawah beton yang menyangga lintasan rel KA, yang digunakan untuk lewat orang, terbuat dari kayu. Ketiga, adanya dua tiang yang menempel satu sama lain, berjarak sekitar 20 cm (dari atas ke bawah), yang disebut penduduk sekitar sebagai ’saka pengantin’ (mungkin karena berdiri berjajar).
Jembatan ini dinamakan Jembatan Kali Belang, merujuk pada nama sungai kecil yang dilewati yaitu Kali Belang. Masyarakat sekitar menyebutnya brug kali Belang. Berada pada Km 3 dari Stasiun Bumiayu arah stasiun Linggapura/Prupuk, tepatnya di Desa Galuhtimur, Kecamatan Tonjong, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, jembatan ini merupakan salah satu jembatan monumental peninggalan Belanda.
Jumlah tiang 24, dimana tiang ke-12 dan ke-13 berjejer tidak menempel dengan jarak sekitar 20 cm. Jadi secara struktur beton, jembatan ini tidak ”nyambung”. Mungkin karena jaraknya yang panjang hingga lebih dari 100 meter, sehingga untuk menghindari risiko guncangan dan tekanan angin, juga gempa, jembatan ini dibuat ’terpisah’. Yang ”menyambung” jembatan ini adalah rel KA.
Jembatan kayu
Mengapa ada jembatan kayu di bawahnya? Jembatan kayu yang digunakan untuk mowot (menyeberang) penduduk sekitar kalau hendak pergi ke ladang atau berkunjung ke dusun lain ini dibangun belakangan (ada yang mengatakan tahun 1927).
Pemerintah kolonial Belanda merasa perlu membangun powotan ini karena kalau ada orang menyeberang melalui lintasan KA tentu berisiko, sekalipun ada dam (pos) pemberhentian untuk orang yang lewat di atas rel.
Sampai sekarang powotan yang terbuat dari kayu ini masih difungsikan, hanya saja ada beberapa bagian pegangan yang sudah keropos.
Menilik kokohnya bangunan hingga saat ini, bisa dipastikan pembangunan ini memerlukan perencanaan yang sangat serius, pemilihan bahan prima, dan akhirnya menjadi salah satu karya bangunan sipil berkualitas era penjajahan yang bisa disaksikan hingga saat ini.
Lantas mengapa mengapa jembatan yang dibangun saat Indonesia sudah merdeka banyak yang gampang runtuh atau putus? Wallahu’alam …. (banyumasnews.com/phd)
Rel yang melintas di atas jembatan.
Rel yang melintas di atas jembatan.

JEMBATAN MERAH

Jembatan Merah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Jembatan Merah
Jembatan Merah (ca.1880-1900)
Jembatan Merah merupakan salah satu monumen sejarah di Surabaya, Jawa Timur yang dibiarkan seperti adanya: sebagai jembatan. Jembatan yang menjadi salah satu judul lagu ciptaan Gesang ini, semasa zaman VOC dahulu dinilai penting karena menjadi sarana perhubungan paling vital melewati Kalimas menuju Gedung Keresidenan Surabaya, yang sudah tidak berbekas lagi.
Kawasan Jembatan Merah merupakan daerah perniagaan yang mulai berkembang sebagai akibat dari Perjanjian Paku Buwono II dari Mataram dengan VOC pada 11 November 1743. Dalam perjanjian itu sebagian daerah pantai utara, termasuk Surabaya, diserahkan penguasaannya kepada VOC. Sejak saat itulah Surabaya berada sepenuhnya dalam kekuasaan Belanda. Kini, posisinya sebagai pusat perniagaan terus berlangsung. Di sekitar jembatan terdapat indikator-indikator ekonomi, termasuk salah satunya Plaza Jembatan Merah.
Perubahan fisiknya terjadi sekitar tahun 1890-an, ketika pagar pembatasnya dengan sungai diubah dari kayu menjadi besi. Kini kondisi jembatan yang menghubungkan Jalan Rajawali dan Jalan Kembang Jepun di sisi utara Surabaya itu, hampir sama persis dengan jembatan lainnya. Pembedanya hanyalah warna merah.